Jurnal Hidup - Aku di 10 Tahun Yang Akan Datang
Halo
sobat! Akhirnya gua nulis jurnal lagi, setelah sempet absen panjang
nge-blog. Jurnal gua yang terakhir bulan Februari, 1 bulan yang lalu,
dan kali ini gua enggak akan curhat tentang kehidupan gua, karena yah,
wajar belum ada something big that happen in my life. Selamat membaca
buku diary gua 10 tahun mendatang.
---------------------------------------------------------------------------
Faris Kartawijaya di
10 tahun yang akan datang...
10 tahun yang akan datang...
11 Maret 2014
Aku
sedang duduk bersama sahabatku Felix. Kami berdua bercakap-cakap santai sambil
menghabiskan waktu di senja sore yang indah ini, deburan ombak pelan dan siulan
angin pantai Hawai menjadi latar perbincangan hangat kami. Kami sengaja
berlama-lama menikmati waktu santai kami, karena besok jam 9 pagi, kami
sedang akan berada di kereta bawah tanah dari Red Line Station menuju Hollywood
untuk memenuhi undangan negosiasi kerja sama dengan perusahaan Ubisoft, perusahaan
gaming software nomor satu di U.S
Negosiasi
itu merupakan sebuah tiket emas bagi perusahaan studio film kami, Fast House
Entertainment untuk menjadi batu loncatan dalam memasuki industri film kelas
dunia. Fatur, kerabat Felix sudah ku sms agar jam 8 malam nanti sudah
memesankan tiket kereta untuk perjalanan kami ke Hollywood besok, Barang-barang
pun sudah akan kami masukan kedalam koper jam 10 nanti sepulang kita dari
pantai ke Hotel. Dan jam 12 malam nanti kita akan sedang lepas landas dari
Kahului Airport dan terbang menuju Oregon, U.S.
Felix
meminum air kelapanya, ia lalu menanyakan detail dan apa yang akan kira-kira
kita kerjakan setelah kontrak diterima. Aku menjawab, bahwa besok, mungkin jam
1 atau 2 siang, kita akan sedang berada di gedung Ubisoft, merencanakan hal
teknis dan konsep dari film yang akan kita angkat dari salah satu game besar
mereka “Assassin Creed”, jika negosiasi
berjalan dengan lancar, kita akan mengantongi uang muka 250 milllion USD
dan Copyright Assassin Creed tm selama dua setengah tahun. Yang berarti
setahun-duatahun kedepan kita akan sedang berada di stasiun kerja kita untuk
mengerjakan proyek besar ini.
Felix
tertawa bahagia, aku tersenyum. Fast House Entertainment, studio film yang
kudirikan sejak 5 tahun yang lalu sedang berkembang dengan pesat dan sedang
meniti tangga kesuksesan. “Ris!” Felix menegurku, “Jika keberuntungan kita
terus seperti ini, 4 – 5 tahun kedepan aku bisa prediksi, Fast House
Entertainment akan sudah berada pada puncak industri Film Dunia, mengalahkan
Warner Bros, 20th Century Fox, dan bahkan Paramount Picture!” Kini giliranku
yang tertawa.
Aku
sebenarnya juga tak mengira, studio film yang kudirikan dengan modal sangat
minim dan dengan sisa-sisa harta terakhirku ternyata bisa menjadi sukses sejauh
ini. Aku juga bisa bersyukur bisa bertemu Felix. Laki-laki jenius yang penuh
mimpi ini kutemukan saat masa-masa bangku kuliahku di Institut Kesenian di
negara asalku Indonesia. Sense dia dalam seni tinggi sekali, diapun orangnya
sangat periang dan suka bekerja keras, dialah yang pertama kali bergabung dengan
studio film yang aku dirikan. Aku juga masih ingat kelakarnya saat kami berada
pada masa-masa sulit. “Tenang Ris! Aku berjanji, dengan kerja keras dan sedikit
keberuntungan, beberapa tahun lagi kita sudah akan menjadi salah satu studio
film kelas dunia!” Dan aku tahu, aku tahu dari awal aku bertemu dengan dia, dia
adalah seorang pemimpi, sama selayaknya aku, tapi dia tidak hanya bermimpi, dia
akan berusaha meraih dan mewujudkan mimpinya itu, tekadnya keras. Aku tak
pernah meragukan sahabatku ini.
Felix
nampak seperti merenung dan memandang jauh ke ujung laut, tatapan matanya dalam
sekali. Aku sedang meneguk Smoothie kesukaanku ketika dia bertanya padaku. “Kau
yakin akan menikahi dia?” Aku menaruh smoothie ku dan memberikan senyum simpul,
aku tahu siapa “Dia”yang Felix maksud, aku mengangguk, aku menjawab mungkin
tahun depan aku sudah akan meminang dia, sudah akan saling mengucapkan janji
setia, dan sudah akan menjalin kehidupan bersama. Aku menceritakan khayalanku,
bahwa setelah menikah, dengan uang muka dari kontrak ini nanti aku sudah akan
bisa membeli flat kecil di pinggir pantai California. Aku tak ingin mempunyai
rumah yang besar dan mewah, aku ingin hidup sederhana walau hartaku tak
terhitung digitnya. Aku tak ingin mempunyai pembantu, aku ingin istrikulah yang
mengerjakan seluruh pekerjaan rumah dan mengurus anak, aku ingin saat aku sudah
pulang dari kerja, rumahku sudah akan rapih dan bersih di bereskan oleh istriku
sendiri, bukan tangan orang lain. Dan mungkin beberapa tahun lagi aku sudah
akan menjadi bapak dari dua orang anak yang tampan dan cerdas seperti bapaknya
ini!. Aku tertawa kecil begitupula Felix.
“Bagimana
dengan engkau sahabatku?” tanyaku pada Felix, “Maukah kau kukenalkan lebih
lanjut dengan Vaniese”. Felix memberi senyum simpul “Venise? Aku tidak punya
nyali untuk hal semacam itu, mendekatinya saja aku tak berani” tutur Felix,
“Kau tak perlu risau, minggu depan kan ada jamuan makan malam bersama, mungkin
saat itu kau sudah akan berkenalan dengan dia, dan mungkin saat tengah malam, kau
sedang akan berdansa dengan dia!” Aku mencoba menyemangati dia. Matahari pantai
rupanya sudah mulai terbenam, kami berdua menikmati Sunset di Hawaii dalam
kebisuan yang menenangkan dan berharap saat-saat menyenangkan seperti ini tak
akan berakhir.
“Aku akan
memanggil Taxi, aku akan memanggilmu nanti ketika Taxi sudah siap!” Aku
mengangguk mengiyakan, sementara itu langit sudah semakin jingga ke hitaman,
matahari sudah tenggelam jauh di dasar laut. Aku melepas kacamata hitamku dan
menghabiskan sisa smoothie ku, Felix memanggilku dari kejauhan, setelah
kutinggalkan sedikit tip di meja, aku menyusul Felix menuju Taxi yang akan
membawa kami ke Hotel Honolulu.
Taxi
kami melewati Ala Moana Boulevard dekat Waterfront Plaza, kami mampir sebentar
disana untuk membeli souvenir, Felix nampaknya tertarik dengan patung Totem dewa
Kahōʻāliʻi,
dewa Underworld yang konon merupakan dewa kematian yang menghukum
manusia-manusia jahat. Aku tidak begitu tertarik kepada patung, tapi aku
melihat ada sebuah lukisan yang menggetarkan hatiku, lukisan tentang
pemandangan dunia dewa, dengan sentuhan kuas putih dan kontrass yang tinggi,
lukisan itu seakan-akan bersinar dimataku. Entah karena sihir atau apa, Aku
rela mengeluarkan uang 10 million USD untuk membawa pulang lukisan tersebut,
setelah membeli souvenir dan aksesoris lain ( aku membeli kacamata hitam gaya
Hawaii, karena aku suka mengoleksi kacamata hitam ) Felix mengingatkan jadwal, kita
harus sudah akan berada di hotel jam 7 nanti untuk bersiap-siap terbang ke
Oregon U.S.
Di
dalam perjalan menuju pulang, Felix nampaknya mendapat panggilan dari Reza
salah satu sahabatnya di Jakarta, Indonesia. Nampaknya mereka
berbincang-bincang dengan muram, setelah memutus sambungan teleponnya, Ia
berbicara muram kepadaku. “Jakarta, sudah semakin parah saja” Ia memberitahuku
bahwa sekarang Lalu lintas Jakarta sudah terkena Deadlock dan Banjir sudah
meredam hampir 15% wilayahnya.
Aku
jadi teringat masa lalu, saat aku masih berada di bangku SMA. Saat itu aku dan
teman sebangkuku Daniel, kami sibuk berdebat mengenai masa depan Jakarta karena
sewaktu itu sedang heboh-hebohnya berita mengenai prediksi Jakarta akan Hilang,
Saat itu aku meramalkan bahwa 50 tahun kedepan Jakarta sudah akan tenggelam
karena hilangnya penyokong tanah akibat air yang terus menerus disedot oleh
gedung-gedung tinggi disana, dalam 50 tahun kedepan kita akan sedang
berenang-renang di Jakarta, dan anak-anak kita nanti akan mengenal Jakarta
sebagai sebuah Telaga. Baru 10 Tahun
berlalu, dan prediksiku hampir tepat.
Aku
merasa agak seperti pengkhianat, besar dan lahir di Jakarta tapi pergi menginggalkan
kotaku sendiri, tapi dilain lubuk hatiku aku merasa bersyukur, pergi keluar
negri ini merupakan pilihan yang tepat bagiku, disini kehidupanku lebih dari
cukup, aku punya sahabat yang sangat baik. Aku punya pekerjaan yang sukses dan tahun
depan aku mungkin sudah akan menjadi seorang Bapak.
Aku
tersenyum sepanjang perjalanan pulang ke Hotel, ini mengingatkan aku pada
pengalamanku dahulu, ketika disuruh guru Bahasa Inggris SMA-ku menuliskan
khayalan 10 tahun yang akan datang, dan disinilah sekarang aku. Khayalan yang
aku tulis hampir semuanya nyata. Aku bersyukut, ini semua berkat kerja keras,
usaha dan doa-ku, dan tak lupa satu kata penting yang terus memberiku sebuah
harapan dan semangat. Kata tersebut adalah....
.....Mimpi.
-------------------------------------------------------------------------
Itu
dia sobat kira-kira gua di sepuluh tahun yang akan datang, untuk sobat
yang belum tahu apa itu Fast House. Itu adalah bakal calon studio film
gua, gua ingin bikin studio film sendiri karena sejak kecil, gua sangat
hobi berkebun *loh?. Canda deng, ya masa hobi berkebun mau
bikin studio film. By the way, jurnal diatas sebenarnya juga tugas dari
guru Bahasa Inggris, inipun gua pos gara-gara temen gua mau baca
(Thanks buat Regytha ^_^), so yang lebih suka baca bahasa Inggrisnya bisa klik link dibawah nanti. Mungkin sekian Jurnal gua hari ini.
Thanks a lot, we reach 20.000 sob's!
Hayyy guys...
BalasHapussedang bosan di rumah tanpa ada yang bisa di kerjakan
dari pada bosan hanya duduk sambil nonton tv sebaiknya segera bergabung dengan kami
di D*E*W*A*P*K agen judi terpercaya di add ya pin bb kami D87604A1 di tunggu
bagus kak
BalasHapus